Wednesday, July 25, 2007

HILANGNYA BERKAH PERTANIAN



Sebagian besar penduduk di Aceh Besar bermata pencaharian sebagai petani atau yang lebih tepat lagi disebut adalah sebagai buruh tani. Sebutan buruh tani ini sangat cocok karena pada umumnya lahan/sawah yang mereka garap adalah kepunyaan orang lain. Sistim bagi hasilnya adalah dikenal dengan sistim bulung seperti di daerah kami ; biasanya dua pertiga untuk si penggarap dan sepertiga untuk yang punya sawah sebagai sewa lahan.
Kalau dulu dalam setahun sekali turun ke sawah dan hasil panennya cukup untuk makan setahun pula. Dengan adanya saluran irigasi dari kreung Jreu sudah memungkin dua kali turun ke sawah dalam setahun. Begitu juga hasil yang diperoleh sekarang sampai dua kali dari hasil dulu. Namun demikian hasilnya kadang kala tidak cukup lagi untuk setahun. Karena begitu hasis panen sebagian dari hasilnya terpaksa dijual untuk bayar hutang. Maka tidak jarang petani-petani tersebut kemudian harus membeli beras untuk makan sehari-hari. Mungkin ini karena tidak ada lagi berkah lagi dari hasil pertanian.
Kalau ditinjau lebih jauh penyebab utama adalah masalah zakat hasil pertanian. Kerena zakat merupakan salah satu bentuk hubungan vertikal antara manusia dengan tuhannya. Walau para petani itu selalu taat menunaikan zakat namun secara sadar atau tidak sadar mekanisme perhitungan nisab untuk mengeluarkan zakat itulah yang salah. Seperti pada umumnya hasil panen mereka sesudah dipotong dengan biaya garap sawah dan bulung untuk yang punya lahan, baru hasil yang tinggal pada mereka dikeluarkan zakat jika sampai hisabnya.
Seperti contoh kasusnya berikut ini : umpanya Si A menggarap sawah Si B yang luasnya 250 m2 ( 1 yok), sesuai dengan kesepakatan sebagai sewa Si A harus harus menyerahkan sepertiga dari hasilnya kepada Si B sebagai bulung. Jika diperoleh hasilnya 150 kaleng dipotong untuk ongkos garap 30 kaleng sisanya 120, kemudian dari sisa itu 40 kaleng sebagai bulung kepada Si B dan hasil bersih untuk Si A 80 kaleng. Hisab zakat di daerah kami jika hasilnya sampai 100 kaleng maka zakatnya 10 kaleng. Karena Si A beranggapan hasil yang ia peroleh hanya 80 kaleng maka menurut anggapan ia tidak sampai hisab Zakat. Padahal menurut mekanisme sebenarnya adalah dari hasil panen 150 kaleng Si A sudah kena wajib zakat 15 kaleng.
Anggapan seperti Si A ini sudah sangat lama berkembang di daerah kami khususnya Blang Raya, mungkin Blang-blang di daerah lain juga sama kasusnya. Sehingga para petani sekarang ini sudah berkekalan dengan dosa. Dengan rusaknya hubungan vertikal dengan tuhannya juga mengganggu hubungan horizontal antara manusia dengan manusia. Karena itulah pertanian sekarang sudah tidak ada berkah lagi. Begitu juga dengan rasa sosial antar petani sudah sangat kurang.
Dampak lansung bagi para petani adalah hasil pertaniannya tidak sebanding lagi dengan ongkosnya. Karena mahalnya harga pupuk dan obat-abatan pembasmi hama atau pestisida. Biarpun harganya pupuk masih terjangkau oleh petani namun ketika petani membutuhkannya malah pupuk sering langka di pasaran. Begitu juga dengan serangan berbagai macam hama yang sangat mengganggu tanaman padi di sawah walaupun sudah diberikan obat-obat pembasmi hama, sehingga dapat menurunkan hasil panen dan kadang kala sampai tidak ada hasil panen sama sekali.
Begitu juga masalah sistem pengairan sawah, debit air di Waduk Kreung Jreu sudah berkurang dan hampir tidak cukup lagi untuk mengairi persawahan. Apalagi pembagian jatah air tidak menentu pula, kadang kala di saat padi sawah sangat membutuhkan air tidak ada air di saluran irigasi dan pada saat tidak dibutuhkan air melimpah di saluran irigasi. Ini sangat dirasakan oleh petadi di saat-saat musim kemarau, sawah-sawah sering kali kekeringan akibat tidak ada air di saluran irigasi. Dan tidak jarang padi-padi itu harus dipotong untuk makanan ternak karena sudah layu sebelum masa panen tiba. Sehingga para petani sering harus berebutan air untuk sawahnya. Gara-gara harus berebutan air maka sering kali terjadi pertengkaran mulut antar sesame petani yang berujung sampai kepertumpahan darah.
Kasus-kasus ini tidaklah boleh dianggap sepele karena dapat memutuskan tali silaturrahmi. Pihak-pihak yang bersangkutan harus segera turun tangan untuk menuntaskan kasus itu. Dan peran kejreun blang harus difungsikan kembali, begitu juga dengan Tengku Gampong jangan hanya mengumpul zakat saja, tetapi harus menjelaskan juga bagaimana mekanisme perhitungan hisab zakat sebenarnya. Makanya Kejreun Blang perlu dilibatkan pula sebagai Amil Zakat supaya mudah untuk mensosialisasi mekanisme perhitungan nisab sebelum mengeluarkan zakat dan untuk mengumpul zakat.
Dengan betulnya mekanisme perhitungan hisab zakat tersebut maka dapat memperbaiki kembali hubungan vertikal dengan tuhan. Sehingga para petani terbebas dari dosa yang berkekalan. Dan dengan sendirinya hubungan horizontal antar manusia akan terperbaiki pula. Karena dengan adanya pembagian zakat akan sangat membantu bagi yang membutuhkan sehingga rasa sosial akan kembali tumbuh. Semoga berkah dari pertanian akan diperoleh kembali.

1 comment:

mjbs.seulangke.fm said...

slm knl by Tgk.M.Nur M.A di http://mjbsfm.blogspot.com