Thursday, December 29, 2016

POTENSI GANJA ACEH “BERKAH ATAU MUSIBAH”

Ganja sebagai bahan baku industri

Secara historis ganja pertama kali ditemukan di Cina pada tahun 2737 SM. Masyarakat Cina telah mengenal ganja sejak zaman batu. Mereka menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari, sebagai bahan pakaian, obat-obatan, dan terapi penyembuhan seperti penyakit rematik, sakit perut, beri-beri hingga malaria. Cannabis juga digunakan untuk minyak lampu dan bahkan untuk upacara keagamaan. Secara esensial ganja sendiri yang pasti adalah tumbuhan liar biasa layaknya rumput yang tumbuh dimana saja. Hanya saja, ganja tidak sembarang tumbuh di tanah. Ganja memerlukan kultur tanah yang berbeda dan cuaca wilayah yang mendukung.. Sebutan lain ganja adalah mariyuana, yang berasal dari bahasa Portugis yaitu Mariguango yang berarti barang yang memabukkan. Untuk bahasa ilmiahnya disebut Cannabis. Istilah ganja dipopulerkan oleh kaum Rastafari, kaum penganut sekte Rasta di Jamaika yang berakar dari Yahudi dan Mesir.
Seiring dengan perkembangan dunia medis dan industri, negara-negara maju mulai mempertimbangkan untuk menjadikan serat ganja sebagai bahan minyak bakar karena prosesnya yang mudah dan aman dari kebakaran (mungkin cocok sebagai substitusi tanaman jarak sebagai sumber energi di Indonesia). Karena kandungan minyaknya yang aman dan lain dari minyak olahan biasa seperti minyak kelapa sawit. Selain minyak, serat tanaman yang disebut juga hemp ini sangat bagus, keunggulan seratnya dapat mengalahkan serat kapas. Dari tanaman ini, bisa diproduksi bahan tekstil, kertas, lapisan rem dan kopling hingga untuk tali. Amerika Serikat pada Perang Dunia II sempat menggunakan serat tanaman hemp ini untuk tali kapal bagi para tentaranya, khususnya pada armada laut.
Di Inggris terdapat sebuah lembaga Marijuana Center, lembaga yang melakukan penelitian tanaman ini secara medis dan farmasi. Hasilnya, mariyuana tetap diandalkan dan menjadi obat yang ampuh. Seperti pasien yang lumpuh, ketika menjalani terapi dengan mariyuana bisa sembuh, dapat berjalan kembali layaknya orang normal, tidak impoten, dan mempunyai daya ingat yang tinggi. Di Kanada, pihak pemerintah berencana melegalisasikan ganja dan bentuk obat-obatan dan kebutuhan farmasi lainnya. Pemerintah Kanada mulai mengijinkan pembelian ganja dengan resep dokter di apotek-apotek lokal. Satu ons dijual sekitar $113 dan ganja dikirim melalui kurir ke pasien atau dokter mereka. Telah banyak pasien yang melaporkan bahwa ganja mengurangi rasa mual pada penderita AIDS dan penyakit lainnya.
Membicarakan ganja tidak akan lepas dari Aceh. Provinsi ini terkenal dengan tanaman ganja yang hampir tersebar di seluruh hutan-hutan lebat di Aceh. Bahkan Aceh diisukan menjadi ladang ganja terbesar di Asia Tenggara, selain Thailand. Orang Aceh telah menggunakan ganja dari dulu sebagai ramuan makanan dan bumbu masak. Namun saat ini jarang ditemui masakan Aceh yang memakai bahan ganja untuk ramuan masakan, Kondisi geografis Aceh yang mendukung, tanah yang subur, hujan yang teratur, dan posisi pegunungan dengan iklim yang relative stabil membuat ganja mampu tumbuh subur. Di hutan-hutan Aceh, tersebar hampir ribuan hektar ladang ganja.

 Tanaman Ganja tumbuh subur di hutan Aceh

Bayangkan jika biasanya satu hektar ladang ganja akan menghasilkan 100 kilogram ganja siap pakai dengan harga lokal Rp. 200 ribu per kilogram maka sekali panen bisa menghasilkan omzet Rp. 20 juta. Jika sampai di Medan dan sekitarnya harga ganja sudah melambung mencapai Rp. 700 ribu per kilogram. Di Jakarta dan kota-kota lainnya di Jawa, harga ganja untuk partai besar mencapai Rp. 2 juta per kilogram atau Rp. 200 juta per hektar. Harga eceran justru lebih tinggi lagi yakni melonjak sampai Rp. 3,5 juta. Walau belum ada data faktual, katakanlah jumlah total ladang ganja di Aceh ada 1000 hektar (100 ribu kilogram ganja) dengan asumsi setahun bisa tiga kali panen dengan harga Rp. 3,5 juta per kilogram, maka setiap kali panen omzet per tahun dari tanaman ganja adalah 100 ribu kg x 3,5 juta x 3 = Rp 1,05 triliun per tahun. Sangat fantastis, hampir sepertiga dari jumlah APBD Provinsi Aceh tiap tahunnya. Bayangkan jika hasil tanaman ini di ekspor, perbedaan kurs akan menghasilkan potensi keuntungan yang berlipat, apalagi ganja Aceh mendapat pengakuan telah mencapai standar kualitas dunia. Tak dapat dipungkiri bahwa potensi ganja di Aceh mampu menutup defisit APBD di setiap kabupaten/kota yang memiliki ladang ganja.
Budidaya ganja dan pemroduksiannya tidak merugikan lingkungan. Buletin USDA # 404 menyimpulkan bahwa ganja menghasilkan 4 kali lebih banyak ampas dengan setidaknya 4 sampai 7 kali kurang dari segi polusi. Tanaman ini memiliki musim tumbuh yang cukup pendek. Dia juga bisa tumbuh di hampir semua negara didunia. Akarnya yang panjang akan masuk jauh kedalam tanah dan juga memiliki efek untuk menyuburkan tanah untuk musim tanam selanjutnya. Ganja, tanaman baru ini dapat menambah kaya ragam dari jenis agri-culture dan industri.
Selama ini ganja hanya dikenal karena penyalahgunaannya yakni yang dihisap saja, seolah, tidak ada manfaat lain dari tanaman ganja, padahal ganja mulai akar, pohon, dahan, ranting hingga daun yang dapat diolah menjadi bahan baku industri, farmasi dan aneka fungsi lain, perlu mengangkat nilai positif ganja, jika nilai positif lebih terangkat maka akan dapat menekan peredaran gelap ganja yang ini lekat dengan tanaman khas Aceh ini. "Ganja tidak mungkin dimusnahkan dari Aceh", karena penyebarannya sangat mudah, bahkan burung pun dapat menyebarkan benih ganja.......