Wednesday, October 27, 2010

SEJARAH MASA LAMPAU SEBAGAI CAMBUK DEMI UNTUK MERAIH HARI ESOK

Bila kita perhatikan peta dunia, letak geografis Aceh sangat strategis sekali, yang merupakan pintu gerbang Selat Malaka yang merupakan jalur perlayaran yang terpadat di dunia sesudah Terusan Suez. Karena itulah posisi Aceh sangatlah berpengaruh dalam kancah percaturan politik dunia, baik segi ekonomi maupun segi keamanan. Apalagi pasca tragedi Tsunami 26 Desember 2006 lalu, yang turut mengundang rasa simpati dari seluruh penjuru dunia.

Beraneka ragam pendapat yang telah dikemuka oleh para ahli sejarah tentang asal mula nama Aceh. Diantaranya pendapat yang paling cocok adalah nama Aceh diambil dari bahasa Arab “Achieh” yang bemakna “Saudara”, dan pendapat ini sangat sesuai ciri khas dari penduduknya yang sangat ramah tamah (friendly) terhadap para pendatang. Selain itu ada juga mengartikan ACEH ini adalah singkatan dari Arab – Cina – Eropa – Hindia, karena banyak penduduk yang mempunyai banyak kemiripan dengan empat ras tersebut.

Bangsa Aceh sudah sangat lama menjalin hubungan dengan dunia internasional, Sebagaimana berita dari abab ke-15, yang tercatat dalam notes para pelopor penjelajahan samudera dari beberapa negara Eropa dalam misinya untuk mencari rempah-rempah ke kepulauan nusantara ini. Padahal jauh sebelum masa mareka itu, sejak dari ribuan tahun yang lalu Bangsa Aceh sudah pernah juga menjalin hubungan dengan bangsa Mesir kuno. Seperti yang kita ketahui bahwa bangsa Mesir kuno mempunyai tradisi untuk selalu mengawet mayat raja-rajanya serta keluarga kerajaan lainnya menjadi Mumi dan dimana sebagian dari mumi tersebut ada yang masih utuh serta tersimpan sampai sekarang. Bahan baku utama untuk membuat bahan pengawetan mayat tersebut adalah kapur barus yang mareka peroleh dari bangsa timur jauh (Barousai/Barus) dan sejak lama bangsa Aceh telah dikenal sebagai penghasil kapur barus di dunia. Dan ada lagi kisah yang tidak pernah ditelusuri oleh pakar sejarah bahwa nama perairan Aceh juga ada tersebut dalam cerita seribu satu malam yang merupakan cerita rakyat terkenal dari negeri Irak. Pada bagian kisah Pertualangan Simbat ketika mengarungi lautan mereka pernah tersasar ke perairan Aceh atau ke pulau Sabang. Ada juga literatur lain yang ditulis dalam bahasa Yunani oleh seorang ahli geografi, Claudius Ptolomaeus. Ia mengabarkan tentang Aceh dalam kitab “Geographike Hyphegenis “ yang ditulis pada tahun 150 Masehi yang bersumber dari buku yang telah tua “Peripous tes Erythras Thalasses “ yang artinya Pelayaran sekeliling Laut Hindia yang ditulis oleh nahkoda Yunani-Mesir pada tahun 70 – 71 Masehi.

Tingkat kebudayaan bangsa Aceh sudah maju sekali, ini dibuktikan dengan sisa-sisa peninggalan yang masih tertinggal sampai sekarang. Kebudayaan tersebut, ada yang masih digunakan/ diingat dan ada juga yang sudah terlupakan karena pengaruh dari keebudayaan asing yang sukar untuk dibendun dan sudah menjadi bagian budaya pada generasi sekarang ini. Padahal kita patut berbangga karena orang Aceh sudah lama mengenal dengan ilmu standar satuan (Acehness Units) sendiri, seperti Meuseuti, Seuningkoi, Jeungkai, Haih, Deupa untuk menyatakan kadar jarak dan yok untuk menyatakan kadar luas. Untuk menyatakan kadar volume dengan, Kai, Cupak, Are, Gantang, Gunca, Kateng. Sedangkan untuk menyatakan kadar berat dengan Saga, Bungkai, Mata, Gupang, Tahil, Mayam. Standar satuan (Acehness Units) ini yang menjadi referensi dari standar ukuran bagi orang Melayu.

Dari segi ilmu pengatahuan juga sudah berkembang, dimana para indatu kita telah mengenal ilmu astronomi yang sangat berguna untuk pertanian, peternakan dan turun ke laut untuk mencari ikan atau melakukan pelayaran, ilmu ini disebut dengan keuneunong, yang sekarang sudah mulai terlupakan. Selain itu mereka juga mengetahui ilmu Astrologi untuk menentukan perjodohan yang bagi orang barat dikenal dengan zodiak dan ilmu tentang tata cara membuat rumah atau bangunan lainnya, mulai dari pemilihan lokasi, bahan bangunan sampai dekorasi serta waktu yang cocok untuk mulai membangun atau kalau dalam istilah orang Cina Feng Shui. Dan ilmu pengobatan dengan ramuan alami yang sangat mujarat. Sehingga Aceh pernah menjadi tempat tujuan bagi penuntut ilmu dari seluruh penjuru Nusantara. Tapi sungguh sangat disayangkan ilmu-ilmu tersebut sudah mulai meredup karena para generasi sekarang ini tidak dipakai lagi sehingga mulai dilupakan, karena lebih suka menggunakan astrologi yang dibawa oleh orang asing walaupun kurang cocok dengan budaya kita yang islami.

Begitu juga dengan tata negara atau pemeritahannya sangat bagus sekali. Kerajaan Aceh pernah menjadi kerajaan islam nomor 5 di dunia, dan juga pernah mempunyai armada laut yang sangat tangguh di Asia pada masa itu. Peraturan perundang-undanganan atau lebih dikenal dengan Qanun yang bersumber Al-Qur’an dan Hadits serta ijtimak Ulama. Dimana Qanun ini pernah dipakai oleh beberapa kerajaan-kerajaan islam Melayu lainnya seperti yang masih dipakai oleh Kerajaan Brunai Darussalam sampai sekarang. Kerajaan Aceh berbentuk federasi dipimpin oleh seorang raja/sultan, daerahan bawahannya dipimpin oleh raja kecil atau ulebalang. Setiap daerah keulebalangan hak otonom yang luas yaitu bebas mengadakan hubungan dengan luar negeri.

Dalam bidang perekonomian Aceh adalah bangsa pertama di Asia Tenggara yang menggunakan mata uang sebagai alat penukar, dengan mata uangnya Derham Aceh atau dikenal juga dengan Peng yang terbuat dari emas dan perak. Oleh karena setiap daerah keulebalangan bebas mengadakan hubungan dagang antar daerah dan dengan luar negeri. Maka banyak daerah pesisir yang berkembang menjadi bandar ekspor-impor terkenal pada masa itu dan sangat ramai disingahi oleh kapal asing dari berbagai belahan dunia untuk berdagang disana. Penduduk dari daerah pedalaman selalu menjual hasil buminya ke pesisir dan kemudian membeli kebutuhan hidupnya, seperti pakaian dan barang dagangan lainnya dari sana. Sehingga antara pesisir dan pedalaman sudah saling membutuhkan, dengan adanya perdagangan antar daerah inilah yang menjadi motor penggerak perekonomian rakyat. Prinsip dari sistem perdagangan inilah merupakan awal cikal bakal sistem perdagangan bebas yang diterapkan oleh negara-negara di dunia sekarang ini. Pada mulanya orang Inggris meniru sistem perdagangan antar daerah ini darinya Aceh, kemudian dikembangkan di Inggris dan kemudian ditiru oleh Bangsa Eropa dan sekarang berkembang keseluruh dunia.

Semejak kemerdekaan Republik Indonesia, sangatlah besar andil Aceh demi menegakan kemerdekaan. Mulai mengirim pasukan sampai memberi dana membeli persenjataan untuk perang mempertahankan kemerdekaan. Rakyat Aceh juga telah menyumbang dua buah Pesawat terbang untuk dana sebagai misi diplomasi dalam mencari pengakuan bagi kemerdekaan Republik ini. Pesawat terbang inilah perintis penerbangan pertama milik Republik Indonesia, yang merupakan cikal bakal dari Maskapai Penerbangan Garuda Indonesia. Sehingga Aceh dikenal sebagai daerah modal bagi Republik Indonesia ini. Berbagai hasil kekayaan alam yang terkandung di Aceh masih menjadi andalan sebagai sumber devisa utama bagi Republik Indonesia.

Tapi sekarang ini Aceh dikenal di seantero dunia tak lebih sebagai daerah paska bencana alam yang merengut ribuan nyawa dan daerah bekas komplik yang mempunyai cadangan kekayaan alam yang sangat menggiurkan. Maka tidak heran banyak orang merasa mempunyai kepenting tersendiri di Aceh ini. Ada yang iklas membantu, ada yang sekedar untuk tour (studi banding) saja, ada yang membantu rekonstruksi dengan misi terselubung lainnya. Tapi sangat disayangkan ada juga yang mau menjadi musibah Aceh sebagai komoditi ekspor yang sangat laku di luar negeri. Mereka mengumpul data-data penderitaan yang kemudian dibungkus dengan janji-janji yang kemudian dijual untuk mencari keuntungan pribadi.

Kini sudah saatnya Aceh harus bangkit kembali dan tidak boleh terus bermanja diri. Kita jangan selalu terbuai dengan kebanggaan masa lalu dan impian kejayaan masa depan. Marilah kita jadikan sejarah masa lampau itu sebagai cambuk demi untuk meraih hari esok yang lebih baik daripada hari ini. Karena apa yang akan kita pada hari ini akan menjadi bagian untuk dikenang pada generasi berikutmya